nimbrung dikit...
Buchenwald, one of the NAZI's concentration camp during WW2, one of the first and the largest concentration camp. satu dari banyak orang Indonesia yang -tidak diketahui- masuk camp konsenstrasi, Dr Parlindungan Loebis, pernah ditahan di camp ini. Saat itu ia sedang kuliah di netherland, dan kabarnya salah satu aktivis komunist di sana, sehingga ikut ditangkap NAZI ketika mereka masuk netherland, which what we all know, der fuhrer hate communist as much as he hate jews. Became communist and living in europe at that time was just same as very bad of luck.
If feel so sad seeing this place, I can't imagine, how can human did this such cruel thing to the other. Hal yang ironis tentang Buchenwald adalah, ia berada tak jauh dari Weimar, kota seni dan "kasih-sayang", kota-nya Goethe, sang pujangga aka shakespeare-nya jerman. Buchenwald ada di atas bukit dan dikelilingi hutan, ada 2 akses menuju buchenwald pada masa WW2, dengan jalan atau kereta. Jalan menuju camp konsentrasi ini disebut dengan Blut Strasse atau The Road of Blood. Jalan ini dulunya digunakan untuk jalur march para tahanan, sebelum rel kereta khusus dari weimar menuju Buchenwald selesai dibangun. Ujung dari rel ini masih terlihat hingga saat ini, hanya saja Haufbahnhof nya (stasiun kereta) sudah diruntuhkan. Sama seperti Bult Strasse, kabarnya banyak tahanan -yang ditumpuk seperti barang- sudah mati didalam kontainer kereta, sebelum kereta tiba di buchenwald. Buchenwald sendiri dalam bahasa jerman berarti beech tree forest.
"
As we got close to the camp and saw what was inside... a terrible, terrible fear and horror entered our hearts. We thought, what is this? Where are we going? Why are we here? And as you got closer to the camp and started to enter the camp and saw these human skeletons walking around—old men, young men, boys, just skin and bone, we thought, what are we getting into?” a Canadian airman's quote of his arrival at Buchenwald
pagar depan buchenwald, sejajar dengan gerbang depan bertuliskan , Jedem das Seine atau "to each his own" aka "everyone gets what he deserves".
DI camp konsentrasi ini tidak ada gas champer, seperti yang ada di Dachau, tapi ada ruang krematori, dimana tahanan yang mati dibakar sampai menjadi abu.
Dibawah ruang krematori ini, ada ruang khusus, yang disebut execution room, yang terhubung dengan lift, seperti lift barang untuk keruang krematori yang ada di atas nya. di dinding dalam Execution room ada banyak hook (gantungan), seperti gantungan daging, kabarnya untuk menggantung tahanan (tapat di sekitar belakang telinga) hingga mati. tentara jerman mulai jarang menggunakan peluru, untuk menghemat penggunaan alusita. Jadi tahanan yang sekarat dibiarkan mati perlahan2 dengna digantung seperti daging, setelah mati, mayatnya ditumpuk kedalam lift, siap untuk dikrematori di ruang atas.
Being in this room of couple minutes, enough to made me feels sick for a month, bau dan hawa mayat dibakar masuk perut ga keluar seminggu. Yes, it was more than 50 years ago, but somehow it's still there, seems the air doesn't not move in that room.
A girl, who visited this camp with her family, refused to joined and looked inside the crematory room, and decided to wait outside. Just in behind of her position, was exactly the place where NAZI's guard placed few death bodies that they couldn't finished to burn before allied forces deliberated the camp.
