Nusa Kambangan, Tempat Kami Menoreh Tinta Sejarah
Ketika mendengar kata Nusakambangan mungkin yang terlintas di benak kita adalah sebuah pulau di mana para penjahat kelas berat dihukum. Atau mungkin di pikiran kita tergambar sebuah tempat antah berantah yang kejam dan pantas dijadikan sebagai tempat merenung para narapidana terkejam di negeri ini. Tapi di balik pencitraan yang menyeramkan atas Nusa Kambangan, tersimpan sebuah misteri tentang potensi alam di pulau ini.
Nusa Kambangan yang merupakan sebuah pulau kecil yang berada di sebelah selatan Pulau Jawa adalah sebuah daerah karst yang mempunyai potensi yang sayang jika tidak dieksplor. Di kawasan ini terdapat banyak gua yang terbentuk secara alami yang jumlahnya cukup banyak dan belum banyak di ketahui oleh umum. Ke wilayah inilah kami yang tergabung dalam Tim Astacala membuat sejarah dengan mengadakan ekspedisi caving, mencoba untuk memetakan dan mendata sebagian gua yang ada di sana.
Pagi itu tim ekspedisi telah menginjakkan kaki di Stasiun Maos, Cilacap. Dengan ransel besar dan pelampung dijinjing, kami beranjak untuk melanjutkan perjalanan ke Pelabuhan Klaces untuk menyambangi perahu yang akan mengantarkan kami ke Nusa Kambangan. Sekitar dua jam perjalanan menggunakan perahu yang disebut “sompreng” oleh penduduk setempat, diisi dengan senda gurau tim untuk mencairkan ketegangan selama perjalanan.
Dari kejauhan terlihat sebuah dermaga dibarisi dengan karang-karang besar bertaut di Pulau Nusa Kambangan di mana di tengah dermaga tersebut terlihat sosok yang dikenal yang mengobati rasa pusing dan mabuk laut kami dalam perjalanan. Sesaat menginjakkan kaki dan meletakkan barang-barang di dermaga tersebut, tim langsung menuju base camp pusat yang merupakan rumah seorang warga, Bapak Narsid namanya. Sambutan yang sangat hangat serta suguhan makanan ringan tersaji di tengah-tengah istirahat setelah perjalanan yang cukup jauh dan melelahkan dari Bandung. Ingin rasanya kami membaringkan diri dan tidak beranjak dari rumah tersebut. Tapi akhirnya sesuai rencana operasional, tim pun berangkat ke gua-gua yang telah ditentukan untuk mengukuhkan nama kami di ekspedisi pertama kami. Tim kami dipecah menjadi dua tim kecil untuk membagi gua-gua yang akan kami data yang jumlahnya cukup banyak.
Matahari perlahan turun ke peraduannya ketika tim bersiap untuk memasuki gua. Nyanyian alam mengiringi aktivitas para penyusur gua yang mencoba menyingkap misteri di dalam bumi. Setelah semua siap, tim mulai masuk dengan langkah perlahan memetakan gua langkah demi langkah. Guano, kelelawar, dan kegelapan gua bergantian menyambut kami. Tak jarang rasa letih dan lelah menyergap tubuh kami dan tak jarang tim kami disuguhi keindahan ornamen gua yang bisa jadi penawar suasana gelap serta lelah dan letih yang ada. Keindahan yang diciptakan Sang Maha Besar di tengah kekelaman perut bumi mencengangkan mata dan pikiran kami. Di saat tubuh mulai lelah, bekal yang dibawa disantap bersama diselingi celoteh-celoteh kecil dan senda gurau menghiasi perjalanan. Perut terisi, semangat pun kembali lagi. Setelah pemetaan dirasa cukup, tim pun keluar dengan keceriaan. Disambut tim base camp yang telah menyediakan sajian pengganjal perut pemberi tenaga karena tak lama kemudian tim harus berpindah ke lokasi gua selanjutnya.
Hari demi hari kami lalui dengan aktivitas yang sama. Keluar masuk gua. Gelap dan terang dunia silih berganti. Meski demikian, kelakar dan keakraban menjadi obat jitu pengusir kebosanan.
Semua gua telah terpetakan, keindahan pun telah puas ternikmati walaupun dalam hati kecil kami masih ingin sekali merasakan indahnya barisan stalaktit dan stalagmit di dalamnya. Tugas selesai, tapi masih ada satu hari sebelum beranjak pulang. Waktu ini dimanfaatkan tim sebaik-baiknya untuk mengendurkan urat-urat yang beberapa hari kemarin berjibaku keras menahan rasa kantuk dan dingin untuk tujuan yang ingin kami capai. Lumpur yang melekat di alat-alat penelusuran dilenyapkan. Kami pun Berjalan mengitari pedesaan sembari menikmati keindahannya dan mencoba membandingkannya dengan kota. Ikan-ikan yang berlompatan menggoda kami untuk memancingnya. Canda tawa tak dapat dihindari antara anggota tim dan teman baru yang ikut mewarnai ekspedisi ini. Canda itu yang akan terlukis di dalam sanubari masing-masing anggota tim.
Mentari mengantarkan sang waktu menjemput kami. Menidurkan sang purnama yang tadi malam menerangi. Tiba saatnya untuk kembali pulang. Bapak Narsid sekeluarga mengantarkan kami sampai dermaga. Terbesit kekhawatiran akan tempat ini, entah kapan kembali. Keindahan, keramahtamahan, dan kenangan tempat ini akan tersimpan di dalam sejarah kami, sejarah Astacala. Semoga generasi nanti menghadirkan ekspedisi-ekspedisi selanjutnya. Membuat sejarah baru dan terus membuat prestasi. Semoga sedikit guratan pena ini dapat mengobati kerinduan kami atas peristiwa yang pernah kami lakukan, yang telah terjadi dan tak terlupakan. Astacala!!!
Tulisan oleh Eko Wahyudi
Foto oleh Tim Ekspedisi Caving Nusa Kambangan
Wanjrit…
Terharu saya membaca tulisan ini. 😀
Semoga gua-gua yang telah didata dan dipetakan bisa bermanfaat ke depannya.
Salut untuk Tim Ekspedisi.
Salut …. keep on the spirit
Y’all Doin Big and Do It Great
#damnitsdopeashell